Selasa, 21 April 2009

Proses Mindfulness dalam Kesadaran Diri_part 1

a. Proses Terbentuknya Kesadaran Diri

Mindfulness sebagai kualitas kesadaran diri terkait erat dengan dinamika pikiran, tubuh dan otak; yakni hubungan timbal balik Homeostatis – Emosi – Kognitif (Brown & Ryan, 2003; Thompson & Varela, 2001; Beuregard dalam Watt, 2004). Hillman (Strongman, 1996) mengungkapkan bahwa emosi merupakan proses perubahan bentuk kesadaran sebagai respon terhadap realitas yang dihadapinya yang terwujud dengan perubahan keadaan fisik, misal ekspresi wajah. Keadaan tubuh dan emosi seseorang sesungguhnya merupakan bentuk ekspresi dari respon terhadap stimulus yang diterimanya setiap saat. Darwin (2003) mengungkapkan bahwa ekspresi emosi merupakan respon adaptif organisme terhadap lingkungan yang mengkomunikasikan mengenai keadaannya. Damasio (2000) menyatakan bahwa emosi merupakan hubungan rumit perubahan hormonal (kimia tubuh) dan sistem neural yang terkait peran pengaturan keadaan organisme untuk memelihara dan mempertahankan hidupnya

Damasio (2000) menyatakan emosi adalah bagian sistem regulasi biologis yang sangat mendasar untuk beradaptasi. Emosi mempunyai dua fungsi biologis. Pertama berfungsi untuk menghasilkan suatu reaksi ketika berhadapan dengan situasi tertentu; seperti melarikan diri atau melawan ketika menghadapi ancaman, terlebih lagi bagi manusia akan terlihat temperamen takut, marah, bahagia, ataupun bijaksana. Kedua berfungsi sebagai pengaturan keadaan internal tubuh yang diperlukan untuk suatu reaksi; seperti meningkatnya aliran darah pada arteri di kaki sehingga otot menerima ekstra energi dan oksigen, atau pada keadaan marah atau bahagia terlihat dari ritme detak jantung dan pernafasan. Beuregard (Watt, 2004) lebih lanjut mengungkapkan emosi sebagai perangkat beradaptasi merupakan bagian dari sistem homeostatis yang berperan menjaga dalam menciptakan keadaan keseimbangan internal tubuh. Cannon (Damasio, 2000) menyatakan homeostatis merupakan koordinasi otomatis reaksi fisiologis yang dibutuhkan untuk menjaga keseimbangan internal pada organisme hidup, seperti pengaturan otomatis suhu tubuh, konsentrasi oksigen, atau pH dalam tubuh.

Keadaan homeostatis memerlukan emosi ketika berhadapan dengan lingkungan yang kompleks. Damasio (2000) mengungkapkan emosi penting bagi organisme karena setiap objek atau situasi mendapatkan sentuhan emosi yang bernilai bagi keadaan homeostatis sebagai hadiah-hukuman, kebahagiaan-kesakitan, ataupun baik (bertahan hidup) – buruk (kematian). Sakit merupakan persepsi mengenai rusaknya jaringan disertai meningkatnya emosi dirasakan sebagai rasa sakit. Sakit berhubungan erat dengan emosi negatif, seperti ketakutan dan kesedihan. Keadaan bahagia behubungan dengan keseimbangan keadaan internal, seperti lapar-haus (kurang tercukupinya kadar gula dalam darah ataupun mineral) bagi organisme sebagai dorongan atau motivasi untuk melangsungkan kehidupannya. Homeostatis dan emosi memiliki hubungan timbal balik untuk menjaga keseimbangan hidup organisme, seperti pengaturan metabolisme tubuh, refleks sederhana, motivasi, biologi sakit-bahagia, dan terutama emosi merupakan dasar pemahaman tingkat tinggi (kesadaran-kognitif) (Damasio, 2000). Hubungan timbal balik homeostatis dan emosi terjadi karena organisme didesain untuk memperhatikan adanya ketidakseimbangan yang terjadi dengan reaksi emosi berprioritas/spesifik (Bernhardt, 2001).

Emosi merupakan pikiran biologis bawah sadar yang secara otomatis mendorongs tidak hanya menghasilkan dorongan seksual (reproduksi) tetapi juga rasa cinta, perawatan, dan pengasuhan. organisme untuk berorientasi mempertahankan kehidupannya (Damasio, 2000; Beuregard dalam Watt, 2004; Bernhardt, 2001). Emosi berprioritas/spesifik seperti pengalaman sakit merupakan arahan bagi organisme untuk mempertahankan keberadaannya menghasilkan antisipasi sakit (ketakutan, kecemasan, ataupun kebencian). Keadaan emosi berprioritas/spesifik manusia lebih berisi dan komplek

Emosi berprioritas/spesifik menuntun pembentukan perasaan diri yang merupakan set prioritas bagaimana seseorang mendefinisikan dirinya dan bagaimana mempertahankan keberadaannya (Damasio, 2000; Beuregard dalam Watt, 2004; Bernhardt, 2001). Emosi berprioritas/spesifik merupakan arah penentu yang membawa kesadaran bagi manusia. Damasio (2000) mengungkapkan manusia merasakan keadaan emosinya ketika merasakan perasaan dirinya tercipta di pikirannya yang merupakan kesadaran akan dirinya. Kesadaran diri menyebabkan perasaan diri diketahui, mempengaruhi emosi secara internal dan mengantarkannya bersama arus proses pikiran sebagai pemilik perasaan diri. Kesadaran diri membuat suatu objek diketahui (objek emosi atau objek lain), meningkatkan kemampuan manusia merespon lebih adaptif, dan memungkinkan manusia memiliki kesadaran penuh akan kebutuhannya ketika berhadapan dengan lingkungan yang kompleks. Gambaran tingkat pengaturan kehidupan manusia dapat dilihat pada Gambar 1 berikut ini :

High Reason

Respon komplek, fleksibel, dan terencana; tersusun dalam gambaran sadar dan kemungkinan muncul sebagai perilaku.

Consciousness

Feeling

Sensor yang menangkap sakit, senang, dan emosi menjadi gambaran mental.

Emotion

Respon emosi yang komplek dan stereotipik.

Basic Life Regulation

(Homeostatis)

Respon yang stereotipik, relatif sederhana seperti regulasi metabolisme; reflek; mekanisme biologis yang mendasari sakit dan senang, dorongan, dan motivasi.

Gambar 1. Tingkat pengaturan kehidupan manusia (Damasio, 2000)

Kesadaran diri merupakan perkembangan lebih lanjut dari emosi yang secara otomatis menghasilkan perilaku berorientasi untuk bertahan hidup. Emosi sebagai perangkat untuk beradaptasi merupakan bagian yang membantu menjaga dalam menciptakan keadaan keseimbangan internal tubuh (homeostatis) dan berperan secara tidak sadar (unconscious) menghasilkan perilaku ketika berinteraksi dengan lingkungan (Watt, 2004). Kesadaran diri merupakan perluasan dan lebih efektifnya sistem tidak sadar (homeostatis-emosi) tubuh dengan munculnya pengetahuan sadar (kognitif) akan keberadaan dirinya (Damasio, 2000).

Thompson dan Varela (2001) mengungkapkan bahwa kesadaran diri manusia merupakan wujud (embodiment) dan aktifnya hubungan proses pengalaman tubuh-otak dan interaksinya dengan dunia di sekelilingnya. Hubungan antara tubuh-otak dan dunia adalah dinamika hubungan antara neural tubuh dan kesadaran situasional yang merupakan proses siklus operasi neural yang menjadikan manusia sebagai agen penentu dari setiap aksinya. Thompson dan Varela (2001) menjelaskan tiga macam siklus yang menjadikan manusia sebagai agen kehidupan, yaitu : 1) siklus organisme yang terjadi pada seluruh tubuh; 2) siklus sensori-motor yang menghubungkan antara organisme dengan lingkungan; dan 3) siklus interaksi intersubjektif, termasuk didalamnya rekognisi pemaknaan dari setiap tindakan dan komunikasi bahasa.

1) Regulasi Organisme

Otak merupakan pusat sistem otomatis saraf, sensor dan efektor dari dan menuju tubuh terhubung proses neural ke proses homeostatis dari organ internal. Emosi merupakan refleksi dari hubungan antara sistem otomatis saraf dan sistem limbik melalui hipotalamus, sehingga emosi merupakan bagian tidak terpisahkan dalam pengaturan homeodinamik. Bagian otak tepatnya pada batang otak, nuklei yang mengatur homeostatis terhubung dengan nuklei yang mengatur tidur dan keadaan sadar terjaga. Regulasi organisme karena terhubung dengan sistem emosi dasar pada otak memiliki dimensi afeksi kuat, terlihat ketika berperilaku dan memiliki perasaan akan kehidupannya. Dimensi afeksi dari regulasi organisme disebut kesadaran inti (core consciousness), merupakan perasaan hidup mengenai keberadaannya yang tidak tergantikan untuk setiap keadaan sadar. Kesadaran ini merupakan regulasi dan proses afeksi yang menjadikan organisme merasakan perasaan dirinya. Kesadaran inti lebih lanjut dibahas dalam struktur kesadaran diri.

2) Sensori – Motor menghubungkan antara organisme dan lingkungan

Aktivitas situasional merupakan bentuk dari siklus sensori-motor yang menghubungkan organisme dengan lingkungan. Apa yang organisme rasakan ketika berinteraksi dengan lingkungan melalui tubuh-otak merupakan fungsi ketika beraksi situasional, begitu pula sebaliknya. Keadaan ini didasari oleh siklus sensori-motor terhubung dengan tubuh yang diolah di neokortikal dan subkortikal otak. Siklus ini memungkinkan organisme menjadi agen penentu dari setiap aksinya.

3) Interaksi Intersubjektif

Mengetahui keadaan afeksi dan sensori-motor sebagai intepretasi keadaan psikologis seseorang melalui bahasa tubuh (ekspresi raut muka, postur tubuh, nada suara) penting dalam kognisi sosial. Struktur yang penting bagi kognisi sosial (amygdala, kortek ventromedial frontal, dan somatosensori kanan) berhubungan erat dengan emosi. Bahan dasar penting bagi kognisi sosial dan emosi untuk diketahui adalah perasaan. Perasaan merupakan hal penting dalam merasakan pengalaman afeksinya yang terhubung dengan emosi diri atau menerima keadaan emosi orang lain dengan empatinya. Rekognisi dari makna tindakan orang lain tergantung dari bagaimana memahami tindakannya sendiri dikenal sebagai sistem cermin neural (mirror-neuron system). Sistem cermin neural untuk rekognisi tubuh, merupakan dasar neural untuk perkembangan bahasa.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar