Kamis, 30 April 2009

Depresi pada Remaja Putri

Depresi pada Remaja Putri

Depresi merupakan gangguan psikologis yang banyak dialami pada masa remaja (Steinberg, 2002). Depresi akan terlihat sebagai suatu periode perasaan kesedihan atau suasana hati yang tertekan, yang dialami remaja dapat berlangsung singkat atau selama jangka waktu tertentu (Santrock, 2003a). Simtom depresi pada remaja akan terlihat seperti kurang berminat pada kegiatan yang menyenangkan, menjauhi teman, pesimis tanpa harapan, rasa tidak peduli–kebosanan berlebihan, kurang motivasi dan energi, gangguan tidur, cenderung berpakaian gelap, menulis bertema kesedihan, atau mendengarkan musik bertema suasana hati kacau. Depresi pada remaja menjadi patologis atau gangguan muncul ketika durasinya terlalu lama atau intensitasnya besar (Dacey & Kenny, 1997).

Depresi pada remaja dibedakan dalam tiga keadaan, yaitu suasana hati tertekan (depressed mood), sindroma depresif (depressive syndromes), dan depresi klinis (depressive disorder) (Santrock, 2003a; Compas & Gotlieb, 2002; Steinberg, 2002). Suasana hati tertekan merupakan suatu periode kesedihan atau suasana hati tidak bahagia yang dialami remaja dapat berlangsung singkat atau selama jangka waktu relatif lama (Santrock, 2003a). Suasana hati tertekan pada remaja akan muncul sebagai simtom tunggal seperti kesedihan, perasaan tidak bahagia dalam waktu tertentu (Compas & Gotlieb, 2002). Kesedihan atau perasaan tidak bahagia merupakan hal umum terjadi pada remaja sebagai respon terhadap pengalaman sehari-hari, seperti kehilangan hubungan yang berarti atau kegagalan melakukan tugas penting. Sindroma depresif muncul pada remaja sebagai suatu kesatuan tingkah laku dan emosi meliputi kecemasan dan suasana hati tertekan dengan gejala seperti perasaan kesepian, menangis, takut melakukan hal yang buruk, perasaan ingin sempurna, perasaan tidak dicintai, perasaan tidak berharga, gugup, merasa bersalah, sedih dan rasa cemas (Santrock, 2003a). Depresi klinis muncul bila remaja didiagnosis mengalami gangguan depresif mayor atau gangguan distimia.

Suasana hati tertekan, dan sindroma depresif menjadi keadaan yang banyak dialami pada masa remaja. Depresi yang dialami remaja terkait dengan meningkatnya kehidupan penuh stress (tekanan) dan perubahan keadaan kognitif yang cenderung kurang introspektif dan berpikir terlalu mendalam yang disertai pula suasana hati yang tidak menyenangkan akan segala sesuatu (Steinberg, 2002).

Masa remaja merupakan masa transisi dari masa anak-anak menuju masa dewasa. Depresi meningkat pada masa transisi perkembangan antara remaja awal-tengah sampai remaja akhir (Dacey & Kenny, 1997). Peningkatan depresi pada remaja ini terjadi sebagai akibat dari perubahan yang berlangsung cepat dalam kehidupannya. Perubahan yang terjadi diantaranya adalah meningkatnya peristiwa kehidupan yang penuh stres, seperti perubahan sekolah, teman baru, ataupun tugas sosial lingkungan yang baru. Perubahan secara kognitif pada remaja mencakup kemampuan untuk memahami, mengekspresikan emosi yang merupakan refleksi diri terkadang mengalami hambatan terlebih lagi tentang bagaimana memahami masa depannya nanti (Petersen dalam Dacey & Kenny, 1997).

Meningkatnya simtom-simtom depresi pada remaja itu sendiri dipengaruhi oleh perubahan kondisi hormonal, seperti mulai aktifnya hormon testosteron dan estrogen yang berdampak secara fisik sekaligus psikologis. Perubahan hormonal mempengaruhi kesiapan alat reproduksi dan berdampak pada kematangan seksual, seperti perasaan menyukai lawan jenis pada remaja putri, dan bila mengalami kegagalan dalam menjalin hubungan dapat menjadi faktor penyebab depresi. Berbagai faktor penyebab meningkatnya simtom-simtom depresi sebagaimana diuraikan di atas dapat terjadi dalam waktu yang bersamaan, sehingga meningkatkan resiko depresi, khususnya pada remaja putri (Dacey & Kenny, 1997).

putri memiliki kecenderungan depresi yang lebih tinggi, hal ini terjadi karena beberapa alasan. Gambaran diri remaja putri terutama mengenai tubuh mereka seringkali lebih negatif dibandingkan gambaran diri remaja laki-laki, dan masyarakat sering bersikap berat sebelah dan tidak memihak remaja putri (Nolen-Hoeksema & Seligman dalam Santrock, 2005). Nolen dan Hoeksema (Davidson & Neale, 1996) menyatakan bahwa perbedaan tingkat depresi antara remaja laki-laki dan remaja putri disebabkan perbedaan cara dalam coping terhadap stres. Remaja laki-laki akan terlibat aktivitas (olah raga; misalnya sepak bola, basket) sehingga mereka tidak memperlihatkan suasana hati mereka. Remaja putri terlihat kurang aktif, cenderung merenungkan situasi yang mereka hadapi dan menyalahkan diri sendiri. Santrock (2005) mengungkapkan bahwa remaja putri lebih tinggi tingkat depresinya dibanding remaja laki-laki karena : a) remaja putri cenderung berpikir terlalu mendalam (rumination) mengenai keadaan suasana hatinya yang tertekan; b) gambaran diri remaja putri mengenai tubuhnya lebih negatif dari pada remaja laki-laki; c) remaja putri lebih mengalami diskriminasi dari pada laki-laki; d) perubahan hormonal yang dialami khususnya remaja putri.

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa depresi pada remaja putri merupakan keadaan suasana hati yang tidak menyenangkan, disebabkan oleh perubahan-perubahan yang terjadi pada dirinya, seperti perubahan fisik, emosi, kognisi, serta keadaan lingkungan. Depresi muncul pada remaja putri yang ditandai dengan perubahan suasana hati yang tidak menyenangkan, kognitif, motivasional, dan fisik. Hal ini bila dibiarkan dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan pada diri remaja putri.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar